SISTEM NILAI BUDAYA Di TANA POSO

Drs. J Santo

Tahukan anda kapan lahir secara formal istilah Sintuwu Maroso yang menjadi falsafah atau pandangan hidup masyarakat di Kabupaten Poso. Istilah ini lahir sekitar 1964-1965 melalui sayembara dan yang mensahkan waktu itu saya sendiri selaku ketua DPRD-GR. Ketua panitia sayembara waktu itu Bapak Alex Magido (alm), dan perlombaannya disebarkan kepada seluruh masyarakat Poso saat itu. Banyak usulan yang masuk untuk dipertimbangkan. Anehnya, yang memenangkan sayembara lambang Kabupaten Poso yang di dalamnya ada Sintuwu Maroso adalah etnis pendatang, bukan penduduk lokal, yakni orang Bugis, yaitu Bapak A. Rahim (alm), mantan Kepala Penerangan Kabupaten Poso waktu itu.

Lepas dari hal tersebut, mari kita menyamakan persepsi tentang apa yang dimaksud dengan nilai sistim budaya. Sistim nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat; konsepsi itu berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi sikap mental, berpikir, dan bertingkah laku dari warga masyarakat itu. Bagi kita orang Poso, sistim nilai budaya kita disebut Sintuwu Maroso. Nilai itu sendiri adalah sesuatu yang baik yang benar, dan yang berguna atau yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jadi kalau sintuwu itu adalah nilai, itu adalah baik, benar dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Selanjutnya, sistim nilai budaya dalam perkembanganya, meng-alami perubahan, tidak statis. Jadi sistim nilai itu berkembang atau budaya itu berkembang dari waktu ke waktu. Ada tiga faktor yang menyebabkan perubahan nilai budaya termasuk nilai budaya Sintuwu Maroso. Pertama ialah jarak komunikasi antar kelompok-kelompok etnis. Hubungan antar kelompok mulai jauh atau berjarak. Kedua, pelaksanaan pembangunan. Misalnya bangun jalan raya trans sulawesi, dari Makasar sampai Manado, melalui kabupaten, dengan adanya jalan ini banyak nilai-nilai yang telah berubah. Banyaknya arus informasi yang masuk dan budaya-budaya luar yang sudah masuk menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat besar. Ketiga, adalah disebabkan oleh Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Makin maju Ilmu pengetahuan Teknologi, makin banyak perubahan dalam nilai budaya. Kalau dahulu modero masih baik-baik, atau masih sopan-sopan, sekarang kalau modero harus lompat-lompat. Sudah tidak adalagi Gong dan Gendang. Jadi ini adalah perubahan dari akibat kemajuan ilmu teknologi.

Selanjutnya, ada dua dampak perubahan sistim nilai budaya. Pertama ialah dampak positif, hal ini membawa pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai budaya, memperkaya nilai-nilai budaya, memperkaya nilai-nilai kehidupan yang sudah ada. Disamping itu membawa, perubahan sikap mental yang baik, dengan masuknya Agama, sikap mental kita makin bertambah baik.

Dahulu di Poso ini orang belum beragama masih To polamoa jadi terjadi perubahan sikap. Kalau dahulu banyak yang tidak cocok sekarang sudah mulai cocok. Yang kedua adalah; Dampak yang negatif. Dampak yang negatif ini budaya yang masuk dari luar, atau budaya-budaya asing yang masuk, merusak nilai-nilai kehidupan yang sudah ada. Anak-anak saat ini dengan menonton Televisi, pengaruhnya besar sekali. Menyaksikan adengan kekerasan di TV maka adengan itu ditiru juga akibatya fatal. Atau tayangan-tayangan berbau porno juga menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat besar terhadap nilai budaya. Atau juga obat-obatan seperti Narkoba, dan lain sebagainya. Saat ini, jangankan di kota Poso dan sekitarnya, di daerah pedesaan saat ini Narkoba telah merajalela. Jadi dampak negatif ini, menghambat kemajuan, juga memperburuk sendi-sendi kehidupan yang merugikan seluruh masyarakat. Yang akibatnya itulah yang disebut krisis kemasyarakatan.

KERAGAMAN BUDAYA ADALAH SEBUAH KEKUATAN

Percakapan dengan Tokoh Masyarakat Yahya Mangun

Pada tanggal 17 Agustus 1945. Setiap kelompok etnis itu harus memahami bahwa sesungguhnya Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan itu adalah hasil kerja seluruh kelompok, seluruh etnis, seluruh agama, seluruh kaum. Tidak ada orang Jawa, tidak ada orang Sumatra, tidak ada orang Bali, tidak ada orang Menado, tidak ada orang Bugis, tidak ada orang Ambon, tidak ada orang Pamona, dan seterusnya. Yang harus kita bangun di sini adalah bukan konflik tapi consensus. Kita harus mencari kesepahaman antara satu dengan yang lain, antara etnis ini dengan etnis itu, sehingga melahirkan sesuatu kesepakatan yang kita putuskan bersama dan kita laksanakan bersama secara bertanggung jawab.

Sesungguhnya etnis migran ataupun etnis orang pendatang, maupun etnis lokal, yang didatangi adalah memiliki nilai-nilai budaya sebagai jati diri masing-masing. Dan masing-masing memiliki potensi budaya yang dapat membangun kekuatan bersama. Misalnya etnis Kaili, memiliki nilai budaya antara lain; karosoa, yang berarti persatuan. Nilai persatuan ini bukan hanya orang Kaili, tapi juga ada pada etnis lainnya, sebab kalau tidak akan berantakan. Kedua, moliwu, yang berarti musyawarah, dan yang ketiga adalah sintuvu atau sintuwu artinya gotong-royong. Kemudian noano artinya kejujuran. Saya kira, etnis-etnis yang lain itu juga sama mempunyai budaya serupa. Siapa sih yang tidak suka persatuan? Siapapun dia atau dari etnis manapun juga dia, agama apapun juga dia, tidak ada yang tidak suka dengan persatuan. Demikian juga musyawarah, gotong-royong dan kejujuran.

Contoh kedua, etnis Jawa yang memiliki 4 karakter budaya. Pertama, religius dan ketuhanan; kedua toleransi atau bahasa Sanskerta bhinneka tunggal ika seperti dalam lambang kita yaitu Garuda, itu di ambil dari bahasa atau falsafah Jawa tadi. Kemudian berikutnya kerukunan, keselarasan, dan terakhir mawas diri, atau tepa salira (dibaca tepo seliro)Jadi pada dasarnya tidak ada orang yang tidak mau berketuhanan, bertoleransi, tidak ada orang yang tidak mau kerukunan dan keselarasan atau bermawas diri.

Sedangkan untuk kita To Pamona, juga mempunyai empat: pertama, sintuwu maroso atau persatuan yang menjadi kebanggaan dan pedoman kita; falsafah kita di dalam bergaul, tidak dipilih apakah dia Islam atau Kristen, atau Hindu; kedua molimbu yang artinya bermusyawarah, itulah sebabnya lambang kita daerah ini, baruga. Artinya baruga yaitu tempat bermusyawarah. Kemudian yang ketiga adalah posintuwu, gotong-royong; dan yang keempat adalah katelokandaya atau keterbukaan. Jadi semua etnis apapun di dunia ini semua menginginkan hal seperti yang saya sebutkan di atas tadi.

Olehnya itu, negara kita yang sudah 62 tahun merdeka walaupun ada goncangan-goncangan, tetap tegar berdiri. Seorang manusia Indonesia harus merasa bangga kalau anak buahya lebih pintar atau lebih hebat dari pada dia. Tapi kalau ada pemimpin yang keinginannya terus yang harus diatas maka, suatu ketika bukan hanya pemimpin itu yang mati konyol tapi Negara itu pasti akan bangkrut. Mengapa? Karena kehilangan pemimpin. Jadi sekali lagi apakah itu penduduk migran atau penduduk lokal, itu adalah sebuah kekuatan yang menjadikan Republik ini sehingga dia jaya.


Negara ini dibangun secara bersama-sama. Selanjutnya kita membangun bangsa dan negara ini dalam dan dalam realita yang unik. Kita memiliki warna kulit yang berbeda-beda, suku yang berbeda-beda, agama yang berbeda-beda, dsb. Kebangsaan kita dibangun dalam realita yang unik ini, yang tentu tidak bisa dihapuskan begitu saja. Jika kita menghapusnya maka Negara ini akan hancur. Atau negara harus dibubarkan terlebih dulu. Realita perbedaan yang ada harus dihargai. Kenyataan ini harus kita terima sebagai salah satu anugerah ciptaan Tuhan bagi manusia. Kita tidak bisa melawan kodrat apa yang diberikan Tuhan. Kita harus bersyukur dengan keadaan itu karena memang perbedaan itu adalah kodrat Ilahi. Barang siapa yang ingin meng-ubah kodrat Tuhan berarti dia melawan Tuhan.

Mengapa kita lahir berbeda, dengan bentuk tubuh yang bermacam, dengan wajah yang bermacam-macam, dan sebagainya. Perbedaan membuat kita saling melengkapi. Contoh, Tuhan menciptakan ada siang ada malam dan bagaimana kalau dunia ini hanya siang terus, atau malam terus. Pasti tidak menyenangkan. Demikian pula halnya dengan kita rasanya akan sangat indah jika kita hidup bersama-sama dengan berbagai perbedaan yang ada. Seperti halnya taman bunga atau pelangi. Makin banyak warna makin indah dilihat. Mari melihat Poso seperti taman bunga atau pelangi. Dalam catatan kami di Kesbang etnis yang ada di kabupaten Poso ini ada 28. Kalau kita melihat 28 etnis ini sebagai sesuatu yang menakutkan, maka rasa persatuan dan kesatuan itu kita akan hilang.

Kita hidup dengan berbagai macam suku tidak ada masalah, kita hidup dengan berbagai macam agama tidak ada masalah, mari saya mengajak kita bersama-sama mengkampanyekan perbedaan ini dalam kehidupan kita di Kabupaten Poso ini, maka saya yakin kita tidak perlu menunggu waktu yang terlalu lama untuk Poso ini di pulihkan, tetapi saya yakin jika perbedaan kita jadikan sebuah keindahan mulai saat ini, maka dalam waktu yang dekat Poso ini akan di pulihkan.

PEMUDA PE KOMENTAR

By: Rosnawati (23)

Kalo kita rasa Poso ini merupakan tampa yang sangat menyenangkan, dengan pengalaman yang saya dapat. karna Poso banyak suku – sukunya dan semuanya dapat bersatu dan bergaul di tanah Poso ini, Karna Poso ada kesenian Dero yang merupakan Arti tali Persaudaraan dengan baku gandeng tangan… Yang seperti itu Dank….

By: Aisya (20)

Dengan berkebangsaan orang Poso, saya merasakan jika semakin lama saya tinggal di Kabupaten Poso ini, semakin lama pula saya dapat merasakan apa pentingnya menghargai arti sebuah perbedaan dalam hidup kita. Karena perbedaanlah yang membuat saya tau tentang bagaimana jati diri saya yang sebenarnya

… Ok Dech !!!!!

By: Rafleks Mba'u

Trus trang torang di Poso ini so kurang skali rasa kebangsaan. So tidak seperti dulu. Kalo dulu, ketika ada orang upacara bendera, orang atau kendaraan yang lewat di jalan stop dulu. Selesai kase nae bendera baru lanjut lagi. Jadi perlu pembenahan kembali. Mungkin lebih ditekankan kembali sama generasi mudanya

By: Christina Aso

Menurut saya, rasa kebangsaannya orang-orang di Poso ini so surut. Artinya so te dapa rasa depe segar kaya dulu. Orang so baku cuek so te sadar kalo torang ini sama-sama satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa, satu tampa tinggal yaitu di Poso. Jadi torang ini perlu penyegaran ulang dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya menyatukan ulang torang pe baku cuek ini….dok.

By: Lukman (22)

Saya Sangat Senang menjadi Orang Poso, Karena Poso selain mempunyai kesuburan tanahnya yang bagus dan masyarakatnya yang banyak dan berkehidupan yang harmonis, dan juga mempunyai gaya tarian adatnya (Tarian Dero) yang asik banget dan yang sudah dikenal diseluruh Propinsi Sulawesi Tengah, dan bahkan di luar dari Propinsi ini…. Pokoknya asyik Dech….

By: Mansur (23)

Poso adalah Daerah yang terletak di Tengah Propinsi, bahkan terletak di tengah Kepulauan Indonesia.. Dan disinilah aku dapat mengerti bagaimana cara untuk berbagai rasa antara suku satu dengan lainnya. Sebagaimana yang telah dibahasakan oleh tarian adatnya yang namanya Dero yang artinya saling bersama dan saling menyatu meskipun beda….